Langsung ke konten utama

Selamat yang Meminta Diselamatkan

Selamat pagi, dunia hingar bingar
Kepada sepasang merpati yang sibuk mencari memoar
Kepada si pujangga baru yang sibuk menanti kabar
Sudahkah engkau tersadar
Bahwa ia yang kau nanti, sudah punya tempat bersandar

Selamat siang sang pendekar
Sudahkah engkau berjuang dengan wajar
Atau malah sudah lelah berlari dan mengejar
Pergi kemanakah semangat pagi kemarin yang berkobar?

Selamat sore, kepada pundak-pundak yang penuh dengan harapan
Kepada senja yang meminta dimanusiakan
Kepada cakrawala yang menggendong angan
Abadilah, mereka-mereka yang setia mendoakan

Selamat malam si penyalah keadaan 
Masihkah engkau menyesali kehidupan
Masih kebingungan mencari letak kanan-kiri jalanan
Tapi, tenang saja, Tuhan adalah sebaik-baiknya penulis skenario kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I can't run away

  Seorang laki-laki memencet pin di pintu apartemen Wicakra, suara pintu yang dibuka dari luar sama sekali tidak mengganggu orang yang berada di dalam, laki-laki itu masih sibuk berkutat dengan laptop yang menyala di depannya karena ia tahu siapa yang akan masuk. Dan benar saja, suara yang sangat ia kenal memenuhi ruangan, bahkan ia tidak perlu memalingkan wajah untuk mengetahui siapa yang datang. Mandala memperhatikan apartemen Cakra dengan seksama, tidak ada yang berubah, semua barang dan pajangan tertata rapi, sebuah pigura besar berisi potret keluarga Cakra masih tertempel di dinding, Cakra bersama kedua orang tua dan adiknya. Ruangan bergaya minimalis itu lenggang, tidak berisi banyak barang, hanya rak buku di sisi kiri dan sofa di tengah ruangan, lalu ada dapur kecil di sebelah kanan. “Lagi nugas?” “Ngga juga, cuma lihat rangkaian acara citra nanti malem.” Mandala yang baru saja datang membawa kresek putih ikut duduk di atas karpet bulu menghadap meja, ia berhenti melihat

light on me, perfume on you.

Keduanya sama-sama diam, jalanan beraspal kampus yang cukup luas hanya di isi oleh sepeda yang ditumpangi Wicakra. Sunyi dan sepi, kecuali beberapa serangga malam yang malu-malu bernyanyi dari balik pepohonan.  Menaiki sepeda mengikis jarak antar keduanya, bahkan wangi parfum Wicakra sampai memenuhi indra penciuman Divya saking dekatnya, wangi yang asing, kehangatan vanilla dan juga green tea, buah peach yang manis bercampur dengan wangi kayu cendana, wangi yang menurut Divya sangat cocok dengan Wicakra, seperti sedang berjalan-jalan di museum dan perpustakaan tua, Divya tebak pasti Wicakra adalah seseorang yang berkepribadian hangat, tapi itu hanya sebuah tebakan, bisa jadi tebakannya salah.  Ketika Divya dengan semua pikiran dan tebakannya tentang wewangian dan vibe museum dan perpustakaan tua, Wicakra sibuk mengulang pertanyaan yang sama karena yang ditanyai masih diam saja. "Divya?" Gadis itu tersentak, terlempar dari pikirannya sendiri, "ah, iya kak, kenapa?" &

Nice to meet you, Divya.

Sepertinya memilih untuk mengikuti ajakan Lina menonton konser band di kampus bukan pilihan yang tepat, dan sekarang Divya sibuk menyesali pilihan yang ia buat setengah jam lalu. Sebuah panggung tinggi berdiri megah di depan gedung sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni kampus mereka, lampu sorot warna-warni menghidupkan suasana, musik mengalun dengan spontan, mengisi tiap-tiap telinga dengan semangat dan mengajak tiap-tiap kaki untuk meloncat. Divya berdiri di pinggir, di bawah pohon kersen yang rindang, sedangkan Lina di tengah sana, sibuk menyanyi dan menari bersama teman-teman barunya.  Divya berdiri dan menatap sekitar, merasa kalau apa yang ia kenakan salah, sangat berbeda dengan apa yang dikenakan kebanyakan orang di sana. Kemeja warna baby blue dan rok jeans di bawah lutut terlihat kontras di antara kebanyakan jaket kulit berwarna hitam. Lina sendiri memakai rok hitam mini dengan aksesoris rantai di pinggangnya, juga tank top crop dengan warna yang sama, rambutnya yang berwarna c