Langit kota Semarang terlihat tidak bersemangat, biasanya di jam tiga sore masih terik tapi September kali ini sepertinya sedang murung. Tapi meski begitu, Wicakra cukup senang dengan cuaca hari ini yang mendung, ia jadi tidak perlu kepanasan dan berkeringat. Dengan langkah yang sama mendungnya seperti langit, Wicakra membawa kotak berisi cake di tangan kanan, dan sebuket besar bunga lily putih dan sebotol air mineral di tangan kiri. Ia tidak menyukai kunjungan ini, karena dari sini ia akan kembali ditampar kenyataan bahwa Jingga sudah pergi, pergi untuk tidak kembali. Dan ia benci itu, ia benci mengingat kembali fakta yang ingin ia lupakan. Wicakra berdiri tepat di sebuah nisan yang mengukir nama Jingga, ia melipir ke pinggir untuk meletakkan barang yang ia bawa, dengan gerakan yang pasti ia membuka tutup botol air mineral yang ia bawa untuk dituangkan ke makam Jingga. Sore itu suasananya sendu, muram sekali, seolah bumi ikut merayakan kesedihan yang Wicakra rasakan. "Sore,
Ruang Membaru
Bersama, kita membaru yang membiru.